Gangguan Psikosomatis
Kondisi pandemi Covid-19 yang sekarang sedang terjadi di berbagai belahan dunia ini tidak hanya berdampak pada kondisi fisik, tetapi juga kondisi psikis. Salah satu kondisi psikologis yang sangat mungkin terjadi yaitu munculnya berbagai gangguan gejala somatis atau akrab disebut psikosomatis. Gangguan gejala somatis merupakan gejala fisik yang dirasakan oleh individu tanpa adanya penyebab medis. Gejala somatis misalnya pada saat sedang menonton berita kasus Covid-19, tiba-tiba merasa suhu tubuh meningkat hingga demam, tenggorokan gatal, sulit bernapas, atau merasa hidungnya gatal dan ingin bersin, akan tetapi sebetulnya tidak terdapat bukti medis yang menjelaskan gejala-gejala itu sebagai penyakit tertentu.
Gejala Gangguan Gejala Somatis
Berdasarkan DSM-5, terdapat beberapa kriteria gangguan gejala somatis, yaitu :
- Terdapat gejala somatis atau fisik yang mengganggu secara signifikan pada kegiatan sehari-hari.
- Terdapat pikiran berlebihan, perasaan, dan perilaku yang berkaitan dengan gejala somatis atau kekhawatiran berlebih terhadap kondisi kesehatan, termanifestasi misalnya dalam pemikiran terus-menerus tentang penyakit serius yang berkaitan dengan gejala yang dirasakan; tingkat kecemasan yang tinggi tentang kesehatan atau gejala yang dirasakan; dan atau individu mencurahkan waktu dan energi yang berlebihan untuk fokus pada gejala yang dialami.
- Merasakan gejala somatis berkelanjutan selama minimal 6 bulan.
Diagnosis gangguan ini baru dapat ditegakkan jika gejala somatis yang dirasakan tidak ditemukan penjelasannya dari segi medis.
Penyebab Gangguan Gejala Somatis
Psikosomatis dapat disebabkan oleh banyak faktor, seperti biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis terkait dengan bagaimana otak kita merespon pengalaman yang menyakitkan, lalu mengirim pesan ke tubuh kita dan akhirnya membuat kita merasa tidak nyaman. Faktor psikologis misalnya pengalaman traumatis atau peristiwa hidup yang stressful.
Pandemi Covid-19 dan Gangguan Gejala Somatis
Pada situasi pandemic Covid-19 yang sangat stressful bagi banyak orang ini, sangat mungkin menyebabkan adanya gangguan gejala somatis. Mulai dari paparan berita terus menerus tentang perkembangan Covid-19, kondisi ekonomi yang menurun, kecemasan terinfeksi virus yang dapat berujung kematian, dan kehilangan orang-orang terdekat karena virus Covid-19, semua itu dapat menjadi penyebab mengapa seseorang dapat merasakan sensasi fisik yang tidak nyaman, yang dapat serupa dengan gejala dari sebuah penyakit tertentu, meski tidak ditemukan penjelasan dari segi medis.
Tidak hanya hal-hal di atas yang dapat menyebabkan seseorang mengalami gangguan somatis. Pada masa pandemi Covid-19 ini pula, berbagai aspek kehidupan berubah dan terbatasi oleh berbagai peraturan seperti adanya kewajiban karantina dan perubahan cara kerja yang harus working from home. Perubahan ini pun juga memengaruhi kebiasaan hidup sehari-hari, mulai dari jam tidur, durasi tidur, pola makan, dan rutinitas kegiatan dan kehidupan sosial. Penelitian oleh Gica, Kavakli, Durduran, dan Ak (2020) menunjukkan bahwa perubahan ritme kehidupan seseorang sangat mungkin menjadi salah satu prediktor kuat seseorang mengalami gangguan gejala somatis ini. Selain itu, kurangnya toleransi terhadap ketidakpastian juga dapat menjadi faktor terjadinya gejala somatis. Hal ini disebabkan individu yang kurang mampu bertoleransi terhadap ketidakpastian, akan lebih mudah mengalami kecemasan yang bersifat destruktif dan memicu reaksi fisiologis yang tidak nyaman.
Sumber :
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th ed, DSM-5. Washington DC : American Psychiatric Publishing.
Kring, A. M., Johnson, S. L., Davison, G., & Neale, J. (2014). Abnormal Psychology, 12th ed – DSM 5 Update. New York : Wiley.
Gica, S., Kavakli, M., Durduran, Y., Ak, M. (2020). The effect of Covid-19 pandemic on psychosomatic complaints an investigation of the mediating role of intolerance to uncertainty, biological rhythm changes and perceived Covid-19 threat in this relationship : A web-based community survey. Psychiatry and Clinical Psychopharmacology, 30(2), 89-96.