Sudah beberapa bulan belakangan Melati merasa pacarnya berubah. Dulu ketika keduanya baru melakukan pendekatan, pacarnya merupakan orang yang sangat perhatian, menghiburnya di kala sedih, mengantar-jemput Melati, bahkan mengirimkan makanan dan minum favorit ke rumahnya. Kala itu, Melati merasa pacarnya merupakan sosok yang luar biasa dan tidak ada lelaki lain yang bisa sepengertian pacarnya. Namun saat ini, Melati menyadari bahwa pacarnya jadi sulit dihubungi, sering menyakiti hati Melati dengan berbicara menyindir dan semena-mena baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dan menjadi malas bertemu. Melati kerap berpikir, apa sih yang membuat perilaku pacarnya berubah?
Konsultasi dengan psikolog sekarang
Ketika Kepribadian Manusia Bisa “Melar” Seperti Boneka Gumby
Gumby merupakan boneka berwarna yang terbuat dari karet dan elastis, sehingga dapat ditarik ke berbagai arah. Seorang psikolog klinis bernama Lindsay C. Gibson menggunakan boneka gumby sebagai perumpamaan untuk menjelaskan bagaimana manusia dapat meregangkan kepribadiannya sendiri. Ketika kita berusaha keras, kita bisa “meregangkan” (stretch) diri keluar dari zona nyaman untuk terlihat lebih baik atau berbeda dari kepribadian kita yang sebenarnya. Biasanya kita melakukan ini ketika baru berkenalan dengan orang lain, melamar kerja, mempersiapkan promosi kerja, atau melakukan pendekatan dengan orang lain yang kita anggap penting. Namun seperti pada boneka gumby, efek stretch tidak akan bertahan lama. Saat kita mulai lelah memainkan karakter di luar zona nyaman kita, lambat laun kepribadian yang asli akan muncul.
Orang-orang yang matang secara emosional tidak perlu berusaha “meregangkan” kepribadian terlalu sering atau terlalu jauh demi terlihat baik di depan orang lain, karena mereka dapat memperlihatkan kepribadian yang baik, menyenangkan, dan positif tanpa perlu usaha banyak. Selain itu, orang yang matang secara emosional juga biasanya nyaman menjadi diri sendiri, sehingga merasa tidak perlu melakukan hal ekstrem untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Sebaliknya, orang-orang yang belum matang secara emosional biasanya membutuhkan banyak pengakuan dari orang lain, sehingga mereka akan “meregangkan” diri keluar dari zona nyaman demi terlihat baik di depan orang lain dan bisa mendapatkan apa yang ia inginkan.
Pada konteks belajar dan pengembangan diri, keluar dari zona nyaman sebenarnya sangat disarankan. Dengan demikian, kita terbuka pada perspektif dan pengalaman baru, yang bisa jadi hal baru tersebut dapat menjadi zona nyaman kita juga. Pada konteks gumby effect, keluar dari zona nyaman yang dimaksud lebih kepada bentuk manipulasi yang disadari maupun tidak disadari, bukan pengembangan diri yang tulus.
The Gumby Effect pada Hubungan Romantis
Tidak dapat dipungkiri bahwa kesan pertama dapat membekas dan mempengaruhi penilaian kita terhadap orang lain. Saat berkenalan dengan orang lain, apalagi pada orang yang kita anggap menarik, tentu kita ingin terlihat baik dan bisa memenuhi kriteria pasangan yang ideal bagi orang tersebut. Oleh karena itu, pada masa inilah orang yang belum matang secara emosional meregangkan kepribadiannya dan terjadilah gumby effect. Untuk mendapatkan pengakuan dan kesan baik, orang yang belum matang secara emosional akan berusaha melakukan hal-hal yang disenangi orang tersebut, mengungkapkan cinta, dan menunjukkan pengertian yang mendalam. Kondisi ini dapat membuat Anda merasa orang tersebut lebih matang secara emosional, lebih available secara emosional, dan lebih siap untuk berkomitmen daripada yang sebenarnya.
Seperti yang telah dijelaskan, gumby effect tidak dapat bertahan selamanya. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya kedekatan romantis dengan orang tersebut, efek gumby mulai luntur, dan kepribadian asli orang tersebut akan muncul. Anda akan bertanya-tanya kemana orang yang luar biasa tersebut pergi karena mereka tampak berbeda dari pertama kali Anda mengenalnya. Orang yang belum matang atau tidak available secara emosional biasanya memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Menghindari intimacy karena mereka tidak nyaman untuk menurunkan pertahanan diri dan tampak lemah di depan orang lain. Biasanya orang seperti ini akan menghindari percakapan yang emosional dan serius, terutama apabila yang dibicarakan adalah mereka sendiri.
- Menghindari komitmen karena mereka tidak nyaman dengan adanya orang lain yang terlalu dekat dan mencampuri urusan hidupnya. Biasanya orang seperti ini akan menghindari pembicaraan tentang menjalani hubungan yang serius atau menikah, serta memilih untuk menjalani hubungan yang kasual.
- Memiliki tendensi untuk defensif karena mereka tidak nyaman untuk mengakui ada hal yang perlu dibenahi dari dirinya. Biasanya orang seperti ini enggan berkembang dan sulit mengakui kesalahan yang ia lakukan, bahkan cenderung menyalahkan orang lain.
- Menghilang saat Anda butuh kehadiran mereka. Biasanya orang seperti ini enggan membantu saat pasangannya kesulitan atau sekadar ingin berkeluh-kesah, bahkan terkesan menyalahkan pasangan karena merusak suasana hatinya. Dengan kata lain, orang ini hanya ingin terlibat pada masa-masa menyenangkan hidup kita dan memilih menghilang di masa sulit.
- Kurang berempati. Karena ketidakmatangan emosional diri mereka sendiri, orang-orang seperti ini biasanya kesulitan berempati dan memahami perasaan orang lain sehingga ada kalanya mereka menyinggung perasaan Anda tanpa ia sadari.
Jika Mereka Memang Tidak Ingin Berkomitmen, Mengapa Melakukan Gumby Effect?
Pada dasarnya manusia secara naluriah dan neurologis terprogram untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Oleh karena itu, orang yang tidak matang atau tidak available secara emosional pun menginginkan hubungan yang dekat pada suatu waktu. Sayangnya, mereka tidak memiliki kapasitas untuk mempertahankan hubungan tersebut karena ada rasa tidak nyaman saat hubungan berkembang menjadi sesuatu yang membuat mereka harus berkomitmen lebih. Tidak jarang orang menggunakan gumby effect untuk “mengikat” komitmen dengan orang idamannya secara cepat, karena ia tahu bahwa ia tidak bisa bertahan selamanya menjadi orang yang pengertian, perhatian, dan mau mengeluarkan usaha untuk menjalin hubungan yang sehat.
Bisakah Orang yang Melakukan Gumby Effect Kembali Menjadi Sosok yang Sempurna Setelah Beristirahat Sejenak?
Bagi orang-orang yang sudah menjalin hubungan dengan orang yang melakukan gumby effect, bisa saja ada harapan bahwa sosok pasangan yang sempurna tersebut akan kembali. Bukankah yang mereka butuhkan hanya istirahat sejenak? Dalam bukunya, Lindsay Gibson menjelaskan bahwa tentu orang dapat kembali “meregangkan” kepribadian keluar dari zona nyaman setelah beristirahat dari memainkan karakter sempurna, namun efeknya lagi-lagi tidak akan bertahan lama. Menggunakan topeng saat berinteraksi dengan orang lain secara terus-menerus akan melelahkan, sehingga akan lebih bijak untuk tidak berharap bahwa orang tersebut ingin untuk mempertahankan persona yang sempurna di depan kita.
Lalu, Bagaimana Cara Mendeteksi Apakah Orang Tersebut Memang Matang Secara Emosional atau Hanya Sedang Meregangkan Kepribadiannya Seperti Gumby?
Orang yang sedang melakukan gumby effect akan berusaha tampak sempurna di awal hubungan, sehingga biasanya Anda memerlukan waktu untuk mengobservasi orang tersebut hingga ia terlalu lelah untuk menampilkan persona yang sempurna. Selain itu, mereka juga biasanya akan terburu-buru untuk membuat Anda berkomitmen karena sadar bahwa ia tidak akan bisa berpura-pura terlalu lama. Akan tetapi, sebenarnya Anda tidak perlu menunggu terlalu lama untuk melihat apakah karakter yang orang tersebut tunjukkan tulus atau tidak.
Pada saat-saat tertentu, misalnya ketika sedang menghadapi krisis, biasanya efek gumby akan luruh secara tidak disadari karena respon otomatis yang akan mengambil alih keberfungsian dirinya. Selain itu, saat orang tersebut merasa terlampau yakin bahwa ia sudah mendapatkan kepercayaan kita terhadap personanya yang sempurna, akan sangat mungkin bahwa orang yang melakukan gumby effect akan kembali pada karakter aslinya karena merasa tidak perlu berusaha banyak lagi untuk mempertahankan hubungan. Dari sinilah Anda bisa menilai ketulusan dari karakter yang ia tampakkan.
Referensi :
Gibson, L. C. (2021). Self-care for adult children of emotionally immature parents. New Harbinger Publications, Inc.
Marks, J., & Casablanca, S. S. (2021, 24 September). How to spot emotional unavailability: 5 signs.
PsychCare. (2016, 14 April). Hardwired for connection.