Tidur adalah kegiatan penting yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Tidur yang berkualitas dapat membantu seseorang untuk beristirahat dan memulihkan diri, baik secara fisik dan psikologis. Akan tetapi, nyatanya masih banyak orang yang mengeluh kesulitan tidur. Sebetulnya, yang termasuk dalam gangguan tidur ada banyak macamnya. Salah satunya yang kita pasti tidak asing lagi yaitu istilah insomnia untuk menjelaskan tentang keluhan tidur. “Duh, aku insomnia nih semalam.” Kata-kata itu rasanya sering juga kita dengar, ya. Lalu, apa sih sebetulnya yang disebut insomnia itu?
Konsultasi dengan psikolog sekarang
Insomnia
Insomnia adalah sebuah kondisi dimana seseorang kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau mengalami non-restorative sleep (tidur yang tidak berkualitas) yang disertai dengan penurunan fungsi sehari-hari selama waktu aktif, biasanya di siang hari (ICDS-2 dalam Baglioni, Spiegelhalder, Lombardo, & Riemann, 2010). Penurunan fungsi sehari-hari di waktu aktif itu misalnya muncul perasaan kelelahan, mengantuk di siang hari atau di waktu aktif, masalah pada mood, penurunan energi dan tidak termotivasi, masalah pada atensi, konsentrasi, maupun ingatan. Insomnia ini bisa muncul sebagai masalah tunggal atau komorbid (bersama-sama) dengan gangguan medis, misalnya nyeri, atau dengan gangguan psikiatri lain, misalnya depresi (Morin & Benca, 2012).
DSM-5 (APA, 2013) menjelaskan terdapat tiga manifestasi dari insomnia berdasarkan periode tidur. Pertama yaitu sleep-onset insomnia atau initial insomnia, yang berarti kesulitan tidur terjadi saat akan memulai tidur. Kedua yaitu sleep maintenance insomnia atau middle insomnia, sebuah kondisi seseorang tidak dapat mempertahankan tidur atau sering terbangun di malam hari. Manifestasi ketiga yaitu late insomnia, sebuah kondisi seseorang bangun terlalu awal dan tidak bisa untuk tidur lagi. Pada kondisi insomnia, tidak jarang juga seseorang mengeluhkan situasi nonrestorative sleep, mengeluhkan buruknya kualitas tidur yang biasanya terjadi karena seseorang kesulitan mempertahankan tidurnya di malam hari (APA, 2013).
Insomnia dapat menjadi masalah yang situasional, berulang, atau menetap. Insomnia ini bisa jadi hanya situasional, atau disebut akut, ketika misalnya terdapat masalah hidup yang menyebabkan pola tidur berubah, dan gejala insomnia hilang setelah masalahnya selesai atau pola hidup kembali normal. Tetapi pada beberapa orang, gangguan tidur ini dapat terus terjadi meski penyebab pertama sudah menghilang (Morin & Benca, 2012). Masalah tidur ini biasanya sangat mungkin terjadi pada seseorang yang sedang mengalami peristiwa besar dalam hidup yang membuat tertekan atau hambatan sehari-hari yang bersifat kronis. Pemicu lain yang bisa membuat seseorang mengalami kesulitan tidur yaitu jadwal tidur yang tidak teratur dan adanya ketakutan untuk tidur (Morin & Benca, 2012).
Kriteria Gejala Insomnia (DSM-5)
- Memiliki keluhan utama merasa tidak puas terhadap kuantitas atau kualitas tidur, dengan adanya satu atau lebih gejala berikut:
- Kesulitan memulai tidur
- Kesulitan mempertahankan tidur, sering terbangun atau sulit tidur lagi setelah terbangun
- Bangun tidur terlalu awal dan tidak bisa kembali tidur
- Masalah tidur ini menyebabkan distress yang signifikan atau menyebabkan penurunan fungsi sosial, okupasional, pendidikan, akademik, perilaku, atau area lain yang juga penting dalam kehidupan.
- Kesulitan tidur dialami minimal selama 3 malam per minggu.
- Kesulitan tidur terjadi selama minimal dalam waktu 3 bulan.
- Kesulitan tidur terjadi meski sebetulnya ada kesempatan yang cukup untuk tidur.
- Insomnia tidak dapat dijelaskan oleh gangguan tidur yang lain.
- Insomnia tidak terkait dengan efek fisiologis dari penggunaan zat.
- Adanya gangguan mental dan kondisi medis lain yang menyertai tidak bisa secara kuat menjelaskan keluhan insomnia ini.
Bagaimana Mengatasi Insomnia?
Untuk mengatasi insomnia, salah satu yang paling popular dan dianggap efektif yaitu memberikan terapi psikologis dan perilaku kepada klien. Morin dan Benca (2012) dalam artikelnya menyebutkan berbagai alternatif terapi yang bisa diberikan kepada klien dengan gangguan tidur insomnia.
- Terapi stimulus-kontrol, yaitu mengondisikan tempat tidur atau kamar untuk tidur dan menguatkan jadwal tidur dan bangun.
- Terapi sleep restriction, yaitu meminimalkan waktu yang dihabiskan di tempat tidur, disesuaikan dengan waktu tidur yang sesungguhnya, tujuannya untuk meningkatkan durasi tidur yang optimal.
- Melakukan latihan relaksasi, untuk mengurangi ketegangan dan pikiran mengganggu yang bisa memperparah kesulitan tidur.
- Teknik cognitive therapy dengan menargetkan pikiran-pikiran keliru tentang tidur, insomnia, dan mengurangi kecemasan berlebihan atau ekspektasi yang tidak realistis terkait dengan tidur yang menjadi penyebab insomnia.
- Memberikan edukasi tentang sleep hygiene, yang terdiri dari panduan sekumpulan kebiasaan baik yang bisa diterapkan untuk membantu mengoptimalkan kualitas dan kuantitas tidur.
- Cognitive behavioural therapy (CBT), salah satu terapi yang popular diterapkan pada klien dengan gangguan insomnia, yaitu terapi yang mengombinasikan berbagai terapi perilaku dengan juga membahas dari segi kognitif atau pikiran tentang tidur itu sendiri.
Bagaimana? Sudahkah Anda lebih mengenal tentang insomnia? Jika setelah membaca, Anda tersadar pernah mengalami atau sedang merasakan gejala-gejala seperti penjelasan di atas, jangan cepat-cepat mendiagnosis diri sendiri, ya! Jangan ragu untuk segera datang ke profesional, agar juga bisa ditangani dengan tepat!
Lihat artikel psikologi lainnya
Referensi:
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders, 5th ed. Washington DC : American Psychiatric Publishing.
Baglioni, C., Spiegelhalder, K., Lombardo, C., & Riemann, D. (2010). Sleep and emotions : A focus on insomnia. Sleep Medicine Reviews, 14, 227-238.
Morin, C. M., & Benca, R. (2012). Chronic insomnia. Lancet, 379, 1129-1141.